Monday, March 28, 2022

Kebenaran yang membebaskan

Pertama soal rasisme, ada rasis karena merasa rasnya superior ada rasis karena merasa rasnya inferior. Kalau merasa inferior segala penyangkalan dipakai, ras itu tidak adil begini ras itu tidak adil begitu, ras saya korban dari ras itu sehingga ras saya berhak ras itu tidak berhak. Kalau superior ketidak adilannya jelas, memperlakukan ras lain dengan buruk seperti sampah yang tidak berharga. 

Batas yang digunakan untuk memisahkan rasis dan tidak rasis itu adalah keadilan, apakah kita menutupi akses orang lain kepada kesejahteraan karena rasnya atau tidak? 

Lalu ada lagi rasisme yang adil atau kalau pakai bahasanya Andrew Schulz rasial bukan rasis, misalnya karena kompetisi umumnya yang jadi pesepakbola adalah orang bule dan orang hitam, begitu lihat orang asia main bola lawan orang bule, sudah prediksi akan kalah... adil. Tapi menjadi tidak adil kalau tim asianya dilarang berkompetisi. 

Sekarang menjadi tidak nyaman ketika masuk ke dunia kerja, kapan rasis menjadi tidak adil? Ketika orang - orang harus berkompetisi dan penghidupannya dipertaruhkan, apakah adil menolak berpartner kerja dengan orang lain berdasarkan ras? Inilah uniknya monopoli, ketika suatu pihak telah mencapai monopoli, menolak bertransaksi dengan ras tertentu sudah pasti rasis. Tapi ketika tidak monopoli, ada ruang dimana itu tidak rasis. Contoh, dalam hal menerima pegawai / pekerja, selama ini pekerja kulit biru selalu sukses membawa penghasilan dibanding kulit hijau walaupun awal-awalnya mereka kelihatannya sama pintarnya. Demi kelangsungan bisnis dan keterbatasan waktu / personel, bisnis memilih berdasarkan warna kulit. Kalau mau jujur, tidak bisa langsung dibilang rasis menurut saya (walaupun mungkin saja rasis). 

Tapi dalam segala kondisi selalu saja ada sudut dimana sesuatu yang seharusnya tidak rasis menjadi rasis, sesuatu yang rasis menjadi tidak rasis. Bagaimana menghilangkan rasisme? atau genderisme? atau diskriminasi, keminderan yang ganas, atau kesombongan? Semua masalah itu timbul dari kepercayaan bahwa kebenaran itu bukanlah hal yang paling besar, paling penting, dan paling kompleks melebihi segala kemampuan siapapun dan berapapun jumlah orang digabung menjadi satu. 

Kalau orang menyadari kenyataan bahwa kebenaran atau kenyataan itu tidak bisa dikungkung maka semua sudut pandang setiap orang yang berbeda, asal itu jujur, baik anak kecil maupun orang cacat, asal itu jujur, selalu pekat, selalu kompleks dan simpel, selalu berharga, selalu penting. Kalau tidak berarti kita sendiri yang kurang pintar. 

Jadi apapun ras orang tersebut atau dari manapun asal mereka selama mereka bisa jujur, maka mereka jauh lebih penting daripada orang orang terhebat dari keluarga kita yang tidak mau jujur dengan kita atau suka membohongi kita. 

Dari sini kelihatan sekali orang-orang yang bermasalah, entah minder atau sombong, mereka hanya mau adil sama kita kalau suatu syarat terjadi. Misalnya kita mengadopsi gaya orang hebat dari rasnya / geng nya (ini minder), kita diam dan tidak berkarakter (ini sombong), kita berpacaran dengan orang dari rasnya (ini minder), intinya selalu satu sudut pandang atau cara yang dikedepankan. Maka selalu dari segala sudut, segala cara, atau segala kondisi, akan ada saja sesuatu yang tidak adil / diskriminasi yang akan dilakukan. 

Jadi kuncinya hanya itu, kalau seseorang tidak menghargai kebenaran dengan harga yang pantas, yaitu yang terberharga di dunia, dia akan jadi tidak adil (dengan manifestasi yang bermacam macam). Kalau orang orang tersebut ngumpul jadi satu, maka ketidak adilan itu akan sistematis sifatnya.

Destined cake eaters

Proverb 10:22 (https://www.blueletterbible.org/kjv/pro/10/1/s_638001, blueletterbible.org accessed 28'th of March 2022)

The blessing of the LORD, it maketh rich, and he addeth no sorrow with it

My objection against selling it cheap v.03

Ephesians 6:1, Luke 6:25 In these verses it seems like the right attitude for christians in the workplace is to sell it cheap, to work as ha...